Tesis

Respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus dan faktor risiko yang memengaruhinya = The response to phenobarbital therapy in neonatal seizures and its risk factors .

Latar belakang. Kejang merupakan gejala disfungsi neurologis yang paling sering terjadi pada masa neonatus. Kegagalan mengatasi kejang pada tahap akut berkaitan dengan luaran perkembangan susunan saraf pusat dan kognitif yang buruk. Fenobarbital masih merupakan pilihan obat antikejang lini pertama untuk pengobatan kejang neonatus dan telah digunakan selama beberapa dekade, meskipun bukti ilmiah menunjukkan fenobarbital tidak cukup efektif dalam mengatasi kejang pada periode neonatus yaitu tidak lebih dari 50%. Studi mengenai respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus dan faktor risiko yang memengaruhi masih sangat terbatas dan belum diketahui secara jelas. Metode. Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif. Penelitian dilakukan dengan penelusuran rekam medis RSCM dengan diagnosis kejang neonatus yang mendapatkan terapi fenobarbital, sejak tanggal 1 Januari 2016 - 31 Desember 2020. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus dan faktor - faktor risiko yang memengaruhinya. Faktor risiko yang diteliti adalah prematuritas, ensefalopati hipoksik iskemik (EHI), hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia, infeksi susunan saraf pusat (SSP), perdarahan intrakranial dan jumlah tipe kejang. Analisis bivariat dan regresi multipel logistik dilakukan untuk menilai faktor risiko terhadap tidak responnya terapi fenobarbital. Hasil. Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 120 subjek neonatus. Respons terapi fenobarbital pada 3 hari pertama yaitu sebesar 72,5% dan sebesar 27,5% tidak respons. Sedangkan respons terapi pada 7 hari total pengamatan sebesar 63,3% dan sebesar 36,7% tidak respons. Berdasarkan statistik faktor risiko yang memengaruhi tidak responsnya terapi fenobarbital adalah EHI [p = 0,033; RR 1,938 ( IK 1,055 - 3,564), hipoglikemia [p= 0,03; RR 2,108 (IK 1,200 - 3,703)], perdarahan intrakranial [p = 0,013; RR 2,197 (IK 1,260 - 3,820)] dan jumlah tipe kejang [p < 0,001; RR 7,292 (3,643 14,594)]. Jumlah tipe kejang merupakan faktor risiko yang paling signifikan [p = 0,001; RR 2,961 (IK 1,573 - 5,572)]. Kesimpulan. Respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus di studi ini cukup tinggi yaitu sebesar 72,5% pada 3 hari pertama dan 63,3% pada total pengamatan 7 hari. Faktor risiko yang paling signifikan meningkatkan risiko tidak responsnya terapi fenobarbital pada kejang neonatus adalah jumlah tipe kejang. Jumlah tipe kejang > 1 meningkatkan risiko tidak respons terhadap terapi fenobarbital 2,9 kali dibandingkan dengan subjek dengan 1 tipe kejang.
Kata kunci: Kejang neonatus, respons fenobarbital, faktor risiko


Background. Seizure is the most common symptom of neurological dysfunction in neonates. Failure in the management of its acute stage is associated with poor neurodevelopmental and cognitive outcomes. Phenobarbital is the first-line anticonvulsant and drug of choice for treating neonatal seizures and has been used for decades, despite scientific evidence shows that phenobarbital is less effective to treat neonatal seizures, approximately no more than 50%. Studies on the response to phenobarbital therapy in neonatal seizures and its associated risk factors are still very limited and unclear. Methods. This is a retrospective cohort study, using medical records review at Cipto Mangunkusumo hospital, from January 1, 2016 - December 31, 2020. This study aims to determine the response to phenobarbital therapy in neonatal seizures and the risk factors that influence it. The evaluated risk factors were prematurity, hypoxic ischemic encephalopathy (HIE), hypoglycemia, hyponatremia, hypocalcemia, central nervous system infections, intracranial hemorrhage and number of seizure types. Result. A total of 120 neonates were included. The response to phenobarbital therapy in neonatal seizures is 72.5% in the first 3 days and 63.3%, in the total 7 days of observation. Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) shows to be one of the risk factors that significantly influence negative response [p = 0,033; RR 1,938 (95%CI 1,055 - 3,564), followed by hypoglycemia [p= 0,03; RR 2,108 (95%CI 1,200 - 3,703)], intracranial bleeding [p = 0,013; RR 2,197 (95%CI 1,260 - 3,820)] dan number of seizure types [p < 0,001; RR 7,292 (95%CI 3,643 - 14,594)]. Number of seizure types more than one types was the most significant risk factor [p = 0,001; RR 2,961 (95%CI 1,573 - 5,572)] Conclusion. This study shows 72.5% neonatal seizures responded to phenobarbital in the first 3 days and 63.3% on the 7 th day. The most significant risk factors of not responding to phenobarbital therapy is the number of seizure type. Seizure type > 1 increased the risk of not responding to phenobarbital therapy 2,961 times compared with subjects with just 1 seizure type.
Keywords: Neonatal seizures, phenobarbital response, risk factors

Judul Seri
-
Tahun Terbit
2022
Pengarang

Gisda Irwanti - Nama Orang
Badriul Hegar Syarif - Nama Orang
Rosalina Dewi Roeslani - Nama Orang
H. Irawan Mangunatmadja - Nama Orang

No. Panggil
T22116fk
Penerbit
Jakarta : Program Studi Ilmu Kesehatan Anak.,
Deskripsi Fisik
xvii, 63 hlm. ; 21 x 30 cm
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
NONE
Edisi
-
Subjek
Info Detail Spesifik
Tanpa Hardcopy
T22116fkT22116fkPerpustakaan FKUITersedia
Image of Respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus dan faktor risiko yang memengaruhinya  = The response to phenobarbital therapy in neonatal seizures and its risk factors .

Related Collection